Ky’zen, yang terdiri dari dua makna penting yaitu:
- perbaikan terus menerus tiada henti
- melibatkan seluruh anggota organisasi
telah merasuki berbagai pemikiran di manajemen operasi sehingga
memuculkan berbagai fenomena baru yang berasal dari pengalaman di Gemba
dan bukan berasal dari kajian akademik di perguruan tinggi, seperti
5S, Pull System, Muda, Jidoka dan berbagai artefak alat bantu dan
peralatan.
Heijunka, yang juga tersemangati oleh Ky’zen, muncul untuk
menghilangkan Muda di penjadwalan operasi. Cara pandang dan cara pikir
lama selama ini terpaku pada dua continuum yaitu
Job Shop dan
Flow Shop.
Kedua continuum tersebut memiliki karakteristik proses dan penjadwalan
yang dipandang mengandung Muda oleh cara pikir dan cara pandang baru
tersebut.
Job Shop bekerja untuk memenuhi pesanan, tata ruang berdasar fungsi
masing-masing peralatan, alur proses mengikuti tahapan penyelesaian
produk, proses tidak teratur atau
intermittent sehingga
work in process tinggi, dan penjadwalan menyebabkan beban kerja masing-masing unit kerja atau peralatan tidak seimbang sehingga sering terjadi
idle capacity, bagaimana kalau pesanan semakin bervariasi dalam jumlah, disain, dan spesifikasi?
Flow Shop, bekerja untuk memenuhi permintaan gudang atau
bagian distribusi. Tata ruang diatur sesuai dengan urutan penyelesaian
produk demikian pula prosesnya, proses teratur atau
continous sehingga
work in process
relatif sangat kecil, dan penjadwalan hanya untuk satu jenis produk
saja untuk setiap kali proses. Bagaimana kalau harus mengerjakan produk
yang bervariasi?
Meskipun diantara kedua continuum tersebut masih ada berbagai variasi proses dan di poros tengahnya ditemukan
Flexible Manufacturing System namun Hejiunka melihatnya dengan cara pandang yang beda.
Dalam
Pull System dikenal
Batch Flow dimana barang secara
batch atau kelompok mengalir dari satu unit kerja ke unit kerja yang lain, dan
One Piece Flow
dimana hanya satu barang yang mengalir pada setiap kali proses yang
melewati setiap unit kerja. Dalam kedua model ini aliran proses dari
satu unit kerja ke unit kerja berikutnya teratur sesuai dengan siklus
prosesnya sehingga work in process bisa tetap dijaga rendah. Dalam hal
ini,
Jidoka memungkinkan terjadinya mekanisme interupsi yang mengendalikan
work in process di unit yang bermasalah menumpuk.
Heijunka, memandang
idle capacity di
line atau rangkaian unit kerja adalah Muda. Maka, Heijunka menghilangkan Muda tersebut melalui dua cara yaitu:
- volume produksi
- jenis atau macam produksi
kombinasi kedua cara ini untuk meminimumkan
idle capacity pada
line atau rangkaian unit kerja adalah esensi dari Hejunka sehingga
production level
pada setiap unit kerja cenderung akan stabil. Sebagai ilustrasi, adalah
lebih baik dalam satu line mengerjakan berbagai macam produk tetapi
tingkat produksi terjaga dari pada hanya satu macam produk tetapi
tingkat produksi berfluktuasi. Praktek lapangan menurut cara pandang dan
cara pikir lama adalah satu line hanya untuk satu macam produk saja,
sehingga pilihan penjadwalannya adalah :
- bekerja di economic of scale dengan resiko menyimpan persediaan yang beresiko pada kenaikan biaya penyimpanan, atau
- dibawah economic of scale dengan resiko idle capacity yang berakibat pada kenaikan biaya rata-rata operasi.
Ky’zen, yang terdiri dari dua makna penting yaitu:
- perbaikan terus menerus tiada henti
- melibatkan seluruh anggota organisasi
telah merasuki berbagai pemikiran di manajemen operasi sehingga
memuculkan berbagai fenomena baru yang berasal dari pengalaman di Gemba
dan bukan berasal dari kajian akademik di perguruan tinggi, seperti
5S, Pull System, Muda, Jidoka dan berbagai artefak alat bantu dan
peralatan.
Heijunka, yang juga tersemangati oleh Ky’zen, muncul untuk
menghilangkan Muda di penjadwalan operasi. Cara pandang dan cara pikir
lama selama ini terpaku pada dua continuum yaitu
Job Shop dan
Flow Shop.
Kedua continuum tersebut memiliki karakteristik proses dan penjadwalan
yang dipandang mengandung Muda oleh cara pikir dan cara pandang baru
tersebut.
Job Shop bekerja untuk memenuhi pesanan, tata ruang berdasar fungsi
masing-masing peralatan, alur proses mengikuti tahapan penyelesaian
produk, proses tidak teratur atau
intermittent sehingga
work in process tinggi, dan penjadwalan menyebabkan beban kerja masing-masing unit kerja atau peralatan tidak seimbang sehingga sering terjadi
idle capacity, bagaimana kalau pesanan semakin bervariasi dalam jumlah, disain, dan spesifikasi?
Flow Shop, bekerja untuk memenuhi permintaan gudang atau
bagian distribusi. Tata ruang diatur sesuai dengan urutan penyelesaian
produk demikian pula prosesnya, proses teratur atau
continous sehingga
work in process
relatif sangat kecil, dan penjadwalan hanya untuk satu jenis produk
saja untuk setiap kali proses. Bagaimana kalau harus mengerjakan produk
yang bervariasi?
Meskipun diantara kedua continuum tersebut masih ada berbagai variasi proses dan di poros tengahnya ditemukan
Flexible Manufacturing System namun Hejiunka melihatnya dengan cara pandang yang beda.
Dalam
Pull System dikenal
Batch Flow dimana barang secara
batch atau kelompok mengalir dari satu unit kerja ke unit kerja yang lain, dan
One Piece Flow
dimana hanya satu barang yang mengalir pada setiap kali proses yang
melewati setiap unit kerja. Dalam kedua model ini aliran proses dari
satu unit kerja ke unit kerja berikutnya teratur sesuai dengan siklus
prosesnya sehingga work in process bisa tetap dijaga rendah. Dalam hal
ini,
Jidoka memungkinkan terjadinya mekanisme interupsi yang mengendalikan
work in process di unit yang bermasalah menumpuk.
Heijunka, memandang
idle capacity di
line atau rangkaian unit kerja adalah Muda. Maka, Heijunka menghilangkan Muda tersebut melalui dua cara yaitu:
- volume produksi
- jenis atau macam produksi
kombinasi kedua cara ini untuk meminimumkan
idle capacity pada
line atau rangkaian unit kerja adalah esensi dari Hejunka sehingga
production level
pada setiap unit kerja cenderung akan stabil. Sebagai ilustrasi, adalah
lebih baik dalam satu line mengerjakan berbagai macam produk tetapi
tingkat produksi terjaga dari pada hanya satu macam produk tetapi
tingkat produksi berfluktuasi. Praktek lapangan menurut cara pandang dan
cara pikir lama adalah satu line hanya untuk satu macam produk saja,
sehingga pilihan penjadwalannya adalah :
- bekerja di economic of scale dengan resiko menyimpan persediaan yang beresiko pada kenaikan biaya penyimpanan, atau
- dibawah economic of scale dengan resiko idle capacity yang berakibat pada kenaikan biaya rata-rata operasi.
Jadi, cara pandang dan cara pikir lama dalam penjadwalan yang menganut mazab
Push System akan selalu melakukan
trade off diantara kedua resiko tersebut.
Heijunka yang bermazab
Pull System mencari solusi lain yaitu dengan memainkan Volume dan Variasi Produk dalam penjadwalan sehingga
trade off itu dihilangkan dan sistem beroperasi pada tingkat operasi yang dikehendaki dan tidak fluktuatif untuk meminimumkan
idle capacity sehingga biaya rata-rata cenderung minimum.
Dalam suatu hari, di production line, bisa saja terjadi ada berbagai
variasi produksi dan variasi jumlah produksi. Bukan hanya masalah
resiko
trade off yang dihilangkan tetapi juga memenuhi kepuasan
pelanggan tepat waktu, tepat, jumlah, dan tepat sepesifikasi. Di
Honda, terjadi di
production line, beberapa tipe kendaraan dan warna berbeda diproduksi dalam satu hari. Juga, Toshiba, dalam satu hari di
production line
bisa dijumpai beberapa model Refrigerator dengan warna yang
berbeda-beda. Inilah esensi dari Heijunka. Ini tentu saja berbeda dengan
cara pandang dan cara pikir lama dimana dalam satu
production line hanya satu jenis produk yang diproduksi.
‘
KANBAN MENDUKUNG HEIJUNKA
Bagaimana mungkin dalam satu hari di production line terdapat
beberapa variasi produk dengan jumlah yang berbeda pula? Kuncimya
adalah di
Kanban sebagai sebuah sistem informasi persediaan dan sekaligus sistem pemasok persediaan.
Rencana produksi harian diturunkan menjadi rencana kebutuhan suku
cadang dengan informasi mengenai kebutuhan seperti jumlah, unit kerja
yang membutuhkan, lokasi, dan kapan dibutuhkan. Sebenarnya hampir
mirip dengan MRP yang menggabungkan sekaligus
Scheduling dan
Inventory Control.
Namun, MRP tidak berbicara mengenai penjadwalan produksi, hanya
penjadwalan kapan persediaan harus dipesan, kapan harus datang,
danberapa jumlahnya.
Master Scheduling adalah input MRP. Jadi, Heijunka justru mulai dari penjadwalan produksi yang mengutamakan yang meminimumkan
idle capacity dan diturunkan ke panjadwalan persediaan secara bertahap dan berangkai dengan
Pull System; mulai dari level 0 kalau di MRP hingga ke level yang paling bawah. Ini berlaku untuk semua jenis assembly line, misal
Water Pump,
Generator,
Car,
Refrigerator, dll, Sebagai contoh, bila mobil adalah level 0 maka
nut and bolt mungkin di level terbawah. Semuanya secara detil baik jumlah, waktu harus tersedia, dan lokasi tertera di Kanban.
Heijunka bukan hanya menggabungkan
Scheduling dan
Inventory Control, tetapi juga meminimumkan
idle capacity sehingga output dari Heijunka, adalah penjadwalan produksi dengan volume produksi yang stabil dan meminimumkan
idle capacity. Dengan
Pull System,
penjadwalan produksi itu ditunjang oleh sistem Kanban dimana
Mizushumasi mengalirlkan persediaan dari gudang penyangga ke unit kerja
dan pemasok memenuhi permintaan gudang penyangga.
Jadi, fenomena
Just In Time memang tidak bisa dilihat sepotong-sepotong, misal
fallacious concept atau salah kaprah dalam memahami JIT sebagai
zero inventory;
setiap fenomena yang lahir selalu bisa dijelaskan dengan argumentasi
logis dalam kaitannya dengan Ruh Ky’zen, perbaikan terus menerus tiada
akhir yang melibatkan semua anggota organisasi.