Rabu, 31 Juli 2013

Supply Chain Management

Stepping stone for other’s endeavour

Supply Chain Management

Pull System telah membuka cakrawala pemikiran baru mengenai efisiensi yang bisa ditingkatkan bila hubungan bisnis dengan supllier bisa ditata sedemikian rupa sehingga  organisasi bisa memperoleh input yang dibutuhkan tepat waktu, tetapi jumlah, dan tepat kualitas.
Maka, muncul eksplorasi baru dibidang disiplin ilmu Operations Management yang melihat setiap organisasi adalah mata rantai sistem operasi sejak hulu dimana input paling awal berasal hingga hilir dimana utput langsung dinikmati oleh pengguna akhir atau ultimate consumer. Dalam hal ini, Russell & Taylor [1] membuat beberapa batasan:
A supply chain is made up of the interrelated organizations, resources, and processes that create and deliver products and services to end customers.
A supply chain encompasses all the facilities, functions, and activities involved in producing and delivering a product or service, from suppliers (and their suppliers) to customers (and their customers). It includes planning and managing supply and demand; acquiring materials; producing and scheduling the product or service; warehousing, inventory control, and distribution; and delivery and customer service.
Supply chain management coordinates all these activities so that customers can be provided with prompt and reliable service of high-quality products at the least cost. Successful supply chain management in turn can provide the company with a competitive advantage.
Jadi, secara sederhana, Supply Chain Management bisa dipikirkan sebagai manajemen terhadap unit-unit produktif yang saling berhubungan dalam menghasilkan produk maupun jasa.
SCM
System 0 adalah pemasok System 1, System 1 adalah pemasok System 2, demikian seterusnya mata rantai itu terajut. Dengan demikian, domain manajemen menjadi lebih luas dan bukan hanya manajemen sistem dimana organisasi berada, tetapi juga rangkaian sistem yang dilalui oleh proses bisnis. Maka, seorang tokoh Manajemen Operasi Indonesia menyebut Supply Chain Management adalah Manajemen Operasi.
Tentu saja, model ini menghendaki cara pandang dan cara pikir baru mengenai hubungan antara produsen dan konsumen. Bentuk bisnis baru tersebut tentu saja dikehendaki berbeda dari bentuk lama dimana semangat kompetisi yang kental mewarnai diubah menjadi semangat kompetisi dalam kerjasama agar menghasilkan produk atau jasa yang semakin murah, semakin cepat, dan semakin baik.
Sebenarnya, dari sisi konsep manajemen, SCM tidak ada yang baru., paling tidak dari empat perspektif:
Pertama, di dunia ini tidak ada Single Economic Activity, kecuali dunianya Daniel Defoe[persepsi konsumen.
pull11
Pull System memberi inspirasi mengenai bagaimana manajemen sub-sub sistem pemasok di-integrasikan ke manajemen sistem utama sehingga memungkinkan pasokan input tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat kelualitas. Ternyata pengalaman tersebut membuahkan hasil yang lebih baik bagi bagi sub-sub sistem dan sistem utama. Kata kunci adalah pada kepastian pesanan sehiingga resiko ketidakpastian dihilangkan.
Ke tiga, dalam paradigma persaingan menurut Porter, perusahaan dihadapkan pada iima kekuatan yaitu [1] Persaingan dalam industri, [2] Konsumen, [3] Pesaing potensial, [4] Barang substitusi, dan [5] Pemasok.
Porter
Dalam hal ini, model Porter ini menjelaskan model sebuah Industri, yaitu kumpulan dari perusahaan sejenis menurut teori ekonomi. Maka, Customer dalam model tersebut mungkin ultimate user namun mungkin pula industrial user. Karena, pada dasarnya, sebuah industri juga pasti terangkai dengan industri lain.
Maka, SCM mencoba untuk mengubah tekanan yang berasal dari Supplier dan Customer tersebut menjadi sebuah kekuatan untuk menciptakan barrier to entry dengan cara menghilangkan inefisensi pada mata rantai sistem.
Porter1
Oleh karena itu, SCM menggunakan terminologi Upstream untuk mata rantai pasokan dan Downstream untuk mata rantai pengguna. Manajemen terhadap Upstream dikenal dengan PRM atau Partner Relationship Management, dan manajemen terhadap Downstream dikenal dengan CRM atau Customer Relationship Management. SCM atau Supply Chain Management mencakup kedua manajemen tersebut.
scm1
SCM dengan demikian akan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan berbagai perspektif manajemen baik kualitatif maupun kuantitatif  untuk mewujudkan tujuan mendistribusi dan memproduksi barang dari Supplier hingga ke Customer. Teknologi Informasi, dalam hal ini, juga menjadi sarana untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut ketika data dalam jumlah sangat besar harus dipertukarkan secara cepat, akurat, dan murah.
Ke empat, menurut Game Theory, Business is a game, non zero sum games[3]. Artinya, persaingan dalam bisnis memunculkan berbagai macam kemungkinan keseimbangan dan bukan menang-kalah. Dalam hal ini, John F Nash[4] mengajukan proposal mengenai Coopoerative Games yang menghapus asumsi kompetisi dalam Games Theory. Dia mendapat banyak kritikan atas proposalnya dan dianggap melemahkan semangat kompetisi yang diagungkan sebagai sarana untuk mewujudkan kemakmuran.
Game Theory
Bila semangat kompetisi yang dipegang maka ke dua pesaing dalam tabel Game Theory diatas[5] akan sama-sama memperoleh nilai 2, padahal ada potensi untuk memperoleh nilai yang lebih baik bagi keduanya yaitu 10, dengan syarat mereka harus mau bekerja sama. Artinya, mereka berdua sepakat untuk sama-sama menggunakan strategi satu dan tidak ada yang menciderai kesepakatan tersebut karena potensi untuk menciderai bagi keduanya cukup besar. Namun, sekali salah satu menciderai kesepakatan tersebut  maka yang lain dengan segera juga akan segera melepas kesepakatan dan persaingan akan kembali terjadi.
Jadi, dengan empat perspektif tersebut, SCM adalah sebuah perkembangan yang alami dan harus terjadi ketika sumber tidak lagi melimpah dan persaingan dirasakan akan semakin membunuh.  Bentuk-bentuk aliansi bisnis seperti Sony-Ericson, KLM-North West, Nissan-Ford, IBM-Toshiba, dll.,  menjelaskan bagaimana persaingan diubah menjadi kerjasama yang saling menguntungkan.
(http://fe.uajy.net/fs/as/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar